Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 23 Juni 2013

KEMUNCULAN SISTEM DALAM PROSES AUDIT: APAKAH E-AUDIT ITU?


APA ITU E-AUDIT?
Secara garis besar pengertian e-audit tidak berbeda dengan pengertian audit secara umum. Menurut Arens et. al. (2001) mendefinisikan auditing ditinjau dari segi proses dan penekanan pada pelaksana audit itu sendiri. Mereka mengungkapkan:
“Auditing adalah pengumpulan serta pengevaluasian bukti-bukti atas informasi untuk menentukan serta melaporkan tingkat kesesuaian informasi  tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilaksanakan oleh seseorang yang kompeten dan independen.”
Dari definisi audit seperti yang diungkapkan oleh Arens, definisi dari e-audit tidak jauh berbeda hanya saja proses pengumpulan bukti, serta evalusai buktinya dilakukan dengan bantuan komputer. Bukti yang dikumpulkan untuk dievaluasi juga tidak lagi berupa hard copy melainkan berbentuk file data komputer.
Konsep dari e-audit tersebut saat ini sedang menjadi wacana oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) untuk diterapkan di semua lembaga negara dan institusi pemerintah. Wacana penerapan e-audit ini dilatarbelakangi dengan peningkatan opini audit atas Kementerian/Lembaga, dimana saat ini sudah banyak K/L yang mendapat opini WTP(Wajar Tanpa Perkecualian). Dengan peningkatan opini atas L/K tersebut maka yang menjadi tuntutan saat ini adalah penyusunan L/K yang lebih cepat, efisien, sehingga  proses pemeriksaan atas L/K juga menjadi lebih cepat dengan coverage yang lebih tinggi dan proses lebih transparan.
Secara garis besar pelaksanaan e-audit dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.   Membuat MoU dengan auditee untuk pengembangan sistem informasi dimana BPK dapat melakukan akses data ke sistem informasi tersebut. MoU tersebut merupakan cara bagi BPK untuk dapat mengakses data dari auditee.
2.   Auditee memberikan akses kepada BPK untuk dapat mengambil data Laporan Keuangan yang dibutuhkan melalui sistem informasi yang dikelola secara bersama dengan jaringan internet. Sistem ini dapat diakses oleh BPK secara online dan real time.
3.    Untuk keamanan, harus dipastikan bahwa akses yang diberikan kepada BPK tersebut hanya digunakan oleh BPK, serta harus dipastikan juga bahwa akses ke dalam sistem informasi hanya dilakukan dalam rangka pemeriksaan.
4.  BPK melakukan akses ke sistem informasi dari auditee untuk mengambil data file yang dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan laporan keuangan.
5. Pelaksanaan pemeriksaan laporan keuangan dengan TABK (Teknik Audit Berbantuan Komputer).
Berdasarkan penjelasan diatas apabila dilihat dari pemeriksaan yang dilakukan maka e- audit dapat dimasukkan kedalam kelompok audit around the computer. Dimana dalam audit around the computer pengujian yang dilakukan hanya sebatas kualitas input dan output, tidak melakukan pengujian terhadap sistem EDP. Teknik ini cocok untuk kondisi:
1.      Dokumen sumber tersedia dalam bentuk fisik;
2.      Dokumen mudah ditemukan;
3.      Output mudah ditelusuri dokumen sumbernya atau sebaliknya;
4.      Sistem komputer yang ada masih sederhana; dan,
5.      Software aplikasi yang digunakan adalah software yg umum dipakai dan telah teruji.

KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN
Beberapa kelebihan dari penerapan e-audit antara lain yaitu:
1.       Pelaksanaan pengumpulan data menjadi lebih cepat.
Karena pelaksanaan pengumpulan data dapat dilakukan sewaktu-waktu dan bersifat real time online maka proses pengumpulan data dapat menjadi lebih cepat dibandingkan dengan cara konvensional.
2.  Pemeriksaan laporan keuangan dilakukan lebih cepat karena dilakukan dengan berbantuan komputer.
Dengan data yang diperoleh merupakan data komputer, maka analisis atau proses pemeriksaan yang dilakukan juga harus dengan menggunakan komputer (TABK), hal ini membuat pemeriksaan laporan keuangan menjadi lebih cepat.
3.       Dapat digunakan untuk mengembangkan cakupan pemeriksaan yang lebih luas dan mendalam.
Cakupan atau coverage pemeriksaan yang lebih luas dan mendalam ini mengandung pengertian yaitu:

    a.       Luas karena dengan proses pemeriksaan yang dilakukan dapat dengan cepat maka lingkup yang dipeiksa akan menjadi lebih banyak atau lebih luas cakupanya.

     b.      Mendalam karena proses pengumpulan data yang lebih cepat maka proses analisisnya atas data yang diperoleh dan dikumpulkan menjadi lebih mendalam.
4.       Karena datanya berupa paperless maka keunggulannya adalah :
           a.       Retensi dokumen yang lebih lama dan andal (>10 tahun)
           b.      Akses data yang lebih cepat
           c.       Analisa cross section lebih mudah
           d.      Interoperability
           e.       Long distance collaboration & supervision
Sedangkan kelemahan dalam penerapan e-audityaitu:
1.    Adanya resiko keamanan data yang semakin tinggi karena sistem yang digunakan menggunakan jaringan internet.Resiko atas keamanan data tersebut merupakan resiko yang melekat pada sistem jaringan internet. Hal ini karena adanya kemungkinan akses data diluar kepentingan pemeriksaan serta adanya kejahatan komputer dan bahaya virus, trojan yang dapat merusak database dari auditee.
2.    Kelemahan terkait dengan data komputer, yaitu adanya perubahan dalam manajemen, biaya pengadaan software yang mahal, flexibilitas software.

KENDALA YANG DIHADAPI
Dari konsep penerapan e-audit yang akan diterapkan oleh BPK, diperlukan beberapa prasyarat utama agar pelaksanaan dari e-audit dapat berjalan dengan baik. Prasyarat tersebut antara lain:
1.       Ketersediaan jaringan internet yang memadai.
Jaringan internet merupakan syarat utama bagi pelaksanaan e-audit, hal ini karena pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan akses jaringen internet.
2.       SDM yang memiliki pengetahuan komputer.
Pengetahuan SDM dibidang komputer mutlak dibutuhkan karena pelaksanaan audit dilakukan dengan berbasis komputer, baik SDM dari BPK sendiri maupun dari auditee.
3.       Software dalam pembuatan laporan keuangan.
Karena pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dengan bantuan computer maka input data yang dibutuhkan juga harus berasal dari komputer atau software dalam penyusunan laporan keuangan. Akan lebih baik lagi apabila software yang digunakan untuk semua entitas dalam pembuatan laporan keuangan adalah seragam. Hal ini tentu akan mempermudah dalm proses pengolahan data.
4.       Dukungan dari pihak-pihak terkait.
Dukungan dari pihak terkait yaitu pemerintah pusat maupun daerah merupakan hal yang mutlak diperlukan, hal ini karena tanpa dukungan tersebut pelaksanaan e-audit tidak akan berjalan. Dukungan tersebut dapat berupa penyediaan sarana, SDM serta dorongan atau motivasi kepada pelaksana penyusun laporan keuangan.
5.       Bimbingan teknis atau sosialisasi mengenai pelaksanaan e-audit.
Untuk memperlancar proses pelaksanaan e-audit BPK perlu untuk melakukan sosialisasi atau bimbingan teknis terkait penerapan dari e-audit.
Dari berbagai prasyarat tersebut terdapat beberapa kendala dalam penerapan e-audit untuk saat ini. Kendala yang dihadapi yaitu:
1.       Minimnya sarana dalam penerapan e-audit
Minimnya sarana dalam pelaksanaan e-audit ini terutama dirasakan untuk daerah-daerah yang jaringan internetnya masih susah. Selain hal tersebut jaringan listrik yang masih tidak stabil di berbagai daerah terpencil menjadi kendala tersendiri.
2.       Tingkat pengetahuan SDM
Seperti yang kita ketahui SDM dalam pembuat laporan keuangan tidak sumuanya memiliki pengetahuan dibidang komputer, hal ini tentu menjadi kendala tersendiri dalam penerapan e-audit.
Dari dua kendala utama tersebut, BPK harus membuat bagaimana rancana penerapan e-audit yang tepat, apakah dengan phase, pilot project, cut off atau yang lainnya. Dengan melihat kondisi kesiapan dari auditee yang berbeda-beda tentu dengan pilot project proses penerapan e-audit akan lebih baik hasilnya. Misalnya diterapkan untuk di beberapa Kmenterian/Lembaga atau daerah yang kualitas SDM-nya dan sarananya sudah mendukung kemudian baru secara bertahap diterapkan ke Kementerian/Lembaga atau daerah lainnya.
Saat ini BPK telah menandatangani Kesepakatan Bersama tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Informasi untuk Akses Data PLN dalam rangka Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Penandatanganan ini dilakukan pada Kamis (3/6) di Auditorium Kantor Pusat BPK RI, Jakarta, dengan disaksikan oleh Ketua BPK RI, Hadi Purnomo. Dengan adanya kerja sama ini, maka auditor BPK dapat melakukan akses data PLN dari kantor BPK melalui sistem informasi yang dikembangkan dan dikelola bersama antara BPK dan PLN. Dalam kesepakatan bersama ini, perlu ditegaskan bahwa yang disepakati “bukan mengenai akses data PLN oleh BPK” tetapi kesepakatan bersama ini “mengatur tentang pengembangan dan pengelolaan sistem informasi untuk akses data PLN oleh BPK”. Dengan kata lain, kesepakatan bersama ini hanya mengatur “cara” mengakses data PLN. Selanjutnya diharapkan agar BUMN lainnya dapat segera mengikuti jejak PT PLN (Persero) untuk melakukan kerja sama pengembangan dan pengelolaan sistem informasi untuk akses data dengan BPK. Secara bertahap pada akhirnya nanti dapat tercapai harapan BPK untuk menciptakan pusat data BPK dan strategi link and match dalam pelaksanaan pemeriksaan berbasis elektronik atau e-audit sebagai bagian dari pelaksanaan tugas pokok BPK untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Sedangkan untuk penerapan di Kementerian/Lembaga serta di pemerintah daerah masih dalam tahap konsep.
Penerapan e-audit yang saat ini dilakukan, adalah masih sebatas kepada input dan output saja, artinya belum ada audit atas SPI. Dengan kemajuan teknologi komputer, tentunya kemungkinan adanya kesalahan dalam pemrosesan data serta fraud dalam sistem komputer adalah sangat besar. Hal ini menuntut pelaksanaan audit yang lebih mendalam terutama terkait SPI dalam pemrosesan data. Pelaksanaan audit tersebut dapat dilakukan dengan auditingthrough thecomputer (internal control audit) dan auditingwith thecomputer (subtantive audit).

AKTIVITAS E-AUDIT
Pengendalian intern dalam e-audit yang menyangkut operasi e-audit terdiri atas:
1.       Pengendalian umum e-audit
Pengendalian ini memberikan keyakinan bahwa tujuan pengendalian intern umum ini mencakup pengendalian organisasi dan manajemen. Pengendalian ini berupaya mengawasi struktur organisasi dan manajemen kegiatan e-audit. Pengendalian Umum meliputi:
  1. Pengendalian Organisasi dan Manajemen
  2. Pengendalian terhadap pengembangan dan pemeliharaan sistem aplikasi.
  3. Pengendalian terhadap operasi sistem.
  4. Pengendalian terhadap perangkat lunak sistem.
  5. Pengendalian terhadap entri data dan program.
2.       Pengendalian aplikasi e-audit
Tujuan Pengendalian Aplikasi (Application Control) e-auditadalah: Untuk menetapkan prosedur pengendalian khusus atas aplikasi akuntansi dan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa semua transaksi telah diotorisasi dan dicatat serta diolah seluruhnya dengan cermat dan tepat waktu. Pengendalian aplikasi dan pengembangan sistem dan pemeliharaannya, memberikan keyakinan yang wajar bahwa kegiatan berikut ini dilaksanakan secara tepat, yaitu:
  1. Pengendalian sistem aplikasi.
  2. Pengendalian terhadap operasi komputer.
  3. Pengendalian pada sistem software.
  4. Pengendalian terhadap program dan input data.
  5. Pengendalian Proses
Pengendalian aplikasi dapat dibagi berdasarkan prosesnya sebagai berikut (SAS 321.08):
           a.       Pengendalian Input (input control)
           b.      Pengendalian Proses (process control)
           c.       Pengendalian Output (output control)
3.       Pengendalian Sistem On-Line
Pengendalian masukan, pengolahan dan keluaran dalam sistem on line.
Konsep dari e-audit yang saat ini akan diterapkan baru sebatas pemeriksaan atas input dan output dari aplikasi, belum kepada SPI atas pemrosesan datanya. Namun dengan diterapkannya e-audit diharapkan bisa menjadi jembatan untuk menuju penerapan pemeriksaan yang lebih luas lagi termasuk dalam pemeriksaan SPI. Atas dasar kendala, kelemahan serta tantangan yang dihadapi tersebut saya mencoba untuk menberikan gambaran dari langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam penerapan e-audit. Secara garis besar antara lain:
1.    BPK dan entitas pembuat aplikasi laporan keuangan membuat MoU untuk pengembangan aplikasi laporan keuangan yang terintegrasi dengan BPK.
2.  Aplikasi tersebut menyediakan fasilitas transfer data dari entitas ke BPK, sehingga data yang diolah oleh BPK merupakan copy data dari database auditee. Hal ini untuk mencegah adanya kerusakan data di auditee.
3.    Proses pengiriman data dilakukan secara online dan real time sehingga proses pemeriksaan dapat dilakukan sewaktu-waktu. Hal ini untuk mewujudkan BPK sebagai pusat data dari laporan keuangan.
4.   Untuk melaksanakan pemeriksaan atas SPI maka aplikasi dari laporan keuangan dapat diteliti difasilitas aplikasi di BPK, melalui data test atau data uji yang dapat dilakukan melalui aplikasi di BPK (melalui Audit Trough the Computer).
5.   Penerapan e-audit secara pilot project, atau percontohan. Misalnya diterapkan untuk beberapa Kementerian/Lembaga terlebih dahulu baru kemudian dilakukan secara bertahap ke entitas lainnya. Hal ini mengingat kualitas SDM yang belum merata serta ketersediaan jaringan internet.
6. Pelaksanaan sosialisasi dan bimbingan teknis terkait dengan penerapan e-audit kepada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
7.   Untuk mengurangi kelemahan terkait dengan kejahatan komputer/komputer fraud maka yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan pengendalian baik umum maupun aplikasi.

KOMPONEN OPERASIONAL
Pada dasarnya, implementasi system e-audit bertumpu pada empat komponen teknologi yang saling tergantung dan terintegrasi. Keempat komponen tersebut, yaitu Sistem Informasi Internal BPK (e-BPK),  Pusat Data BPK (BPK Datawarehouse), Pusat akses dan analisa BPK (BPK Command Center), dan  Portal e-audit BPK. Sistem informasi internal BPK merupakan sistem komputerisasi proses bisnis BPK, meliputi Sistem Informasi SDM, Sistem Informasi Keuangan, Sistem Informasi BMN, Database entitasPemeriksaan dan Sistem Manajemen Pemeriksaan. Keempat system tersebut membentuk suatu Sistem Auditing Resource Planning Yang dikemas dalam suatu platform aplikasi Portal Induk Pegawai. Integrasi di antara keempat sistem tersebut menjamin adanya Single Point of Truth, di mana tidak terjadi penyebaran data elektronik yang tumpang tindih (redundan).
Sistem ini juga menjadi salah satu sumber pengaya Knowledge Center. Sementara Pusat Data BPK merupakan perangkat sistem penyimpan Warta BPKdata nonoperasional yang dibangun oleh Biro TI. Digunakan dalam membantu proses perencanaan pemeriksaan. Selain sebagai tempat penyimpanan data, Pusat Data ini berfungsi sebagai perantara antara database internal BPK dengan database eksternal milik entitas/stakeholder dengan mengutamakan pada aspek security dan confidentiality; 2) Sarana pemodelan validasi dengan struktur terkait aspek akurasi dan keutuhan; 3) Satu titik masuk untuk pertukaran data terkait tugas dan fungsi BPK sebagai pemeriksa.
Pusat Data tersebut akan dioperasikan oleh Command Center. Command Center sendiri merupakan semacam pusat akses data entitas secara online. Secara fisik Command Centerakanberupa sebuah ruangan eksklusif yangdi dalamnya terdapat beberapa ruang kerja yang dapat melakukan akses data auditee secara online. Selain sebagai pusat akses data online,Command Center juga berfungsi sebagai sarana validasi data secara otomatis, penelusuran data, dan pelaporan, serta sebagai sarana asistensi atau dukungan teknis dan informasi terkait implementasi e-audit.
Disamping itu, Command Center juga menjamin akses terbatas dimana hanya personil yang ditunjuk yang dapat memasuki ruangan ini. Sementara Portal e-audit merupa-kan tempat berupa portal atau websiteagar auditee dapat melakukan akses secara terbatas sesuai kewenangannya terhadap data yang dihasilkan oleh e-BPK melalui portal ekstranet (e-audite). Keberadaan portal ini tidak akansama antara satu entitas dengan entitas lainnya. Sangat tergantung pada kesiapan infrastruktur TI BPK dan  auditee. Lewat portal inilah auditee dapat melihat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), mengirimkan jawaban penyelesaian tindak Lanjut rekomendasi BPK, dan memantau status penyelesaian temuan pemeriksaannya.

PILOTING E-AUDIT
Salah satu proses untuk membangun sistem e-audit yang matang, BPK melakukan piloting atau ujicoba. Mencoba menerapkan e-audit dalam tataran praktek di lapangan. Tidak lagi sekedar wacana atau ranah konseptual. Dengan dilakukannya piloting eaudit, penerapan e-auditakan dapat dievaluasi jika menghadapi kendala. Dengan dievaluasi maka dilakukan penyempurnaan sebelum BPK menerapkan e-audit secara penuh.
  Jenis pemeriksaan yang pertama kali akan diujicoba dalam e-auditadalah pemeriksaan laporan keuanganpemerintah.Ada beberapa hal kenapa ujicoba penerapan e-audit pertama kali akan diterapkan pada laporan keuangan pemerintah, yakni sebagai berikut:
1.      Sejak reformasi tata kelola keuangan negara, pelaporan keuangan merupakan proses bisnis yang sudah cukup dipahami oleh entitas pemerintah baik kementerian/lembaga dipusat maupun Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) di daerah.
2.   Penyusunan laporan keuangan sudah diatur dengan mekanisme yang terstruktur dan didukung dengan sistem informasi akuntansi yang berbasis teknologi informasi, seperti Sistem Akuntansi Internal (SAI) ditingkat kementerian/lembaga, Sistemakuntansi Pemerintah Pusat (SaPP) ditingkat Pemerintah Pusat, dan SistemInformasi Manajemen Daerah (SIMDa) di tingkat pemerintahan daerah, serta Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP) yang terintegrasi dengan Enterprise Resource Planning (ERP) atau system informasi dan teknologi informasi perusahaan pada BUMN.
3.  Penerapan sistem informasi tersebut menghasilkan struktur data yang relatif seragam sehingga memudahkan proses link and matchdata.
4.    Sebagian besar data yang diatur secara eksplisit dalam MoU tentang pengembangan sistem informasi untuk akses data merupakan data yang dihasilkan dalam rangka pertanggung-jawaban anggaran dan penyusunan laporan keuangan. Dengan begitu akandapat menjamin ketersediaan datayang dibutuhkan dalam rangka pilotingini.
Dengan dilakukannya piloting, maka untuk pemeriksaan sementara laporan keuangan akan merevitalisasi mandatori audit BPK melalui dukungannya terhadap penerapan Risk Based Audit, cakupan pemeriksaan yang lebih tinggi, sampel yang lebih representatif, penggunaan sumber daya pemeriksaan (pemeriksa, anggaran, dan waktu) yang lebih efisien dan simpulan audit yang lebih andal dan akurat.Di sisi lain, data yang terbangun dari proses piloting ini sebagian besar merupakan data posisi keuangan dan realisasi anggaran entitas dari satker/ cabang, wilayah/regional hingga ke tingkat kantor pusat, sehingga dapat digunakan untuk mempertajam proses perencanaan Pemeriksaan dengan tujuan tertentu dan pemeriksaan kinerja. Disamping itu, piloting dengan topik pemeriksaan laporan keuangan akan menghemat biaya pemeriksaan. Sebab, pelaksanaannya akan ‘ditumpangkan’ dalam pemeriksaan interim laporan keuangan, disesuaikan dengan jadwal di satker pusat dan daerah.
Secara keseluruhan, keberhasilan pilotingini diharapkan akan mempercepat implementasi e-audit dengan meningkatkan kontribusi auditee, komitmen manajemen BPK, serta partisipasi pemeriksa BPK dalam jenis dan objek pemeriksaan yanglebihluas. Pemeriksaan laporan keuangan pemerintah yang dilakukan dengan e-auditakan lebih mudah mengidentifikasi keterkaitan data keuangan antarentitas. Pemetaan terhadap hubungan data keuangan antarentitas menghasilkan setidaknya ada empat kelompok utama entitas yang saling terkait dalam pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan negara.
Keempat entitas itu yaitu Pemerintah Pusat, Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Daerah, dan BUMN.Pengelompokan ini diperlukan dalam merancang teknologi interface yangakan digunakan dalam mengakses data dari kelompok entitas yang homogen dalam kesiapanTI dan struktur datanya. Untuk keperluan penyederhanaan, entitas BLU, BHMN dan BUMD belum menjadi prioritas dalam pengelompokan entitas ini, akan tetapi dapat dianggap menginduk ke entitas Kementerian/ Lembaga atau Pemerintah Daerah.
Cakupan pemeriksaan secara elektronik (e-audit) Pemerintah PusatKementerian/Lembaga berpusat pada enam unsur pemeriksaan yakni:
1.      Pemerintah Pusat mengalokasikan APBN kepada Kementrian/ Lembaga.
2.      Realisasi belanja Kementerian/ Lembaga yang dialokasikan Pemerintah Pusat.
3.    Realisasi pendapatan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian/Lembaga yang ditargetkan Pemerintah Pusat.\
4.    Penyetoran pajak pusat oleh Ke- menterian/Lembaga yang dipungut untuk pembayaran kepada pihak ketiga atas beban aPBN.
5.      Pengunaan barang milik Negara oleh Kementerian/Lembaga yang dimiliki Pemerintah Pusat.
6.  Laporan Pertanggungjawaban keuangan (LKKL) Kementerian/Lembaga kepada Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Cakupan penerapan e-audit Pemerintah Pusat-BUMN berpusat pada empat unsur pemeriksaan, yakni:
1.      Pemerintah Pusat menyerahkan aset pemerintah untuk penyertaan modal di BUMN.
2.    Pemerintah Pusat menyediakan penerusan pinjaman dan rekening dana investasi kepada BUMN yang bersumber dari kreditor.
3.  Pemerintah Pusat menyalurkan dana subsidi kepada BUMN dalam rangka Public Service Obligation.
4.      BUMN menyetorkan pajak pusat dan dividen kepada Pemerintah Pusat.
Cakupan penerapan e-audit PemerintahPusat-Pemerintah Daerah berkisar pada dua unsur pemeriksaan,adalah:
1.      Pemerintah Pusat menyalurkandana perimbangan (D aU, DaK, dan Dana Otsus) dan bagi hasil pajak dan pendapatan pusat (DBh) kepada Pemerintah Daerah.
2.      Pemerintah Daerah menyetorkan pajak pusat yang dipungut untuk pembayaran kepada Pihak III atas beban APBD.
Cakupan pemeriksaan pada Kementerian/Lembaga-Pemerintah Daerah meliputi tiga hal, yakni:
1.   Kementerian/Lembaga mengalokasikan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan melalui SKPD di bawah pemda.
2.   Kementerian/Lembaga menghibahkan aset hasil pengadaan yang bersumber dari dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan kepada pemda.
3.   Pemerintah Daerah menghibahkan dana/barang yang bersumber dari APBD/BMD kepada instansi vertical Kementerian/Lembaga di daerah.
Secara garis besar skenario piloting terdiri dari sembilan langkah yang dilakukan yaitu:
1.      Auditee menyiapkan data yang dibutuhkan berdasarkan MoU via portal e­audit;
2.      Command Center meng akses data tersebut via portal e­audit;
3.  Command Center mengolah data tersebut dengan menggunakan program aplikasi dan mengunggah hasil data olahan tersebut ke Pusat Data BPK di server datawarehouse;
4.    Selama kegiatan piloting, TPP melakukan aktivitas koordinasi, monitoring dan evaluasi kepada seluruh pihak yang terlibat;
5.     Tim audit mengakses data yang terdapat di Pusat Data dan melakukan rosedur pengujian sesuai dengan program pemeriksaan;
6.    Tim audit mengajukan permintaan data tambahan (querydata) yang diperlukan kepada Command Center;
7.  Tim audit melakukan prosedur konfirmasi, klarifikasi, rekonsiliasi dan verifikasi atas temuan ketidaksesuaian data dan kelemahan sistem pengolahan data entitas;
8.    Setelah selesai melakukan proses pekerjaan lapangan, tim audit menyusun TP dan L HP untuk kemudian menyampaikannya ke command center untuk diunggah di Pusat Data;

Kamis, 06 Juni 2013

Penerapan Ekonomi Pancasila

A. Pengertian
1. Ekomomi pancasila
Sistem Ekonomi Pancasila adalah “aturan main” kehidupan ekonomi atau hubungan-hubungan ekonomi antar pelaku-pelaku ekonomi yang didasarkan pada etika atau moral Pancasila dengan tujuan akhir mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Etika Pancasila adalah landasan moral dan kemanusiaan yang dijiwai semangat nasionalisme (kebangsaan) dan kerakyatan, yang kesemuanya bermuara pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Intisari Pancasila (Eka Sila) menurut Bung Karno adalah gotongroyong atau kekeluargaan, sedangkan dari segi politik Trisila yang diperas dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme) sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Praktek-praktek liberalisasi perdagangan dan investasi di Indonesia sejak medio delapanpuluhan bersamaan dengan serangan globalisasi dari negara-negara industri terhadap  negara-negara berkembang, sebenarnya dapat ditangkal dengan penerapan sistem ekonomi Pancasila. Namun sejauh ini gagal karena politik ekonomi diarahkan pada akselerasi pembangunan yang lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi tinggi ketimbang pemerataan hasil-hasilnya.
Trilogi Pembangunan
Sebenarnya sejak terjadinya peristiwa “Malari” (Malapetaka Januari) 15 Januari 1974, slogan Trilogi Pembangunan sudah berhasil dijadikan “teori” yang mengoreksi teori ekonomi pembangunan yang hanya mementingkan pertumbuhan . Trilogi pembangunan terdiri atas Stabilitas Nasional yang dinamis, Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, dan Pemerataan Pembangunan dan hasil-hasilnya. Namun sayangnya slogan yang baik ini justru terkalahkan karena sejak 1973/74 selama 7 tahun Indonesia di”manja” bonansa minyak yang membuat bangsa Indonesia “lupa daratan”.
Bumi yang membuat Indonesia kaya mendadak telah menarik minat para investor asing untuk ikut “menjarah” kekayaan alam Indonesia. Serbuan para investor asing ini ketika melambat karena jatuhnya harga minyak dunia , selanjutnya dirangsang ekstra melalui kebijakan deregulasi (liberalisasi) pada tahun-tahun 1983-88. Kebijakan penarikan investor yang menjadi sangat liberal ini tidak disadari bahkan oleh para teknokrat sendiri sehingga seorang tokoknya mengaku kecolongan dengan menyatakan: Dalam keadaan yang tidak menentu ini pemerintah mengambil tindakan yang berani menghapus semua pembatasan untuk arus modal yang masuk dan keluar. Undang-undang Indonesia yang mengatur arus modal, dengan demikian menjadi yang paling liberal di dunia, bahkan melebihi yang berlaku di negara-negara yang paling liberal. (Radius Prawiro. 1998:409)
Himbauan Ekonomi Pancasila
Pada tahun 1980 Seminar Ekonomi Pancasila dalam rangka seperempat abad FE-UGM “menghimbau” pemerintah Indonesia untuk berhati-hati dalam memilih dan melaksanakan strategi pembangunan ekonomi. Ada peringatan “teoritis” bahwa ilmu ekonomi Neoklasik dari Barat memang cocok untuk menumbuhkembangkan perekonomian nasional, tetapi  tidak cocok atau tidak memadai untuk mencapai pemerataan dan mewujudkan keadilan sosial. Karena amanah Pancasila adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat  Indonesia maka ekonom-ekonom UGM melontarkan konsep Ekonomi Pancasila yang seharusnya dijadikan pedoman mendasar dari setiap kebijakan pembangunan ekonomi. Jika Emil Salim pada tahun 1966 menyatakan bahwa dari Pancasila yang relevan dan perlu diacu adalah (hanya) sila terakhir, keadilan sosial, maka ekonom-ekonom UGM menyempurnakannya dengan mengacu pada kelima-limanya sebagai berikut:
  1. Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral;

  2. Ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial yaitu tidak membiarkan terjadinya dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial;

  3. Semangat nasionalisme ekonomi; dalam era globalisasi mekin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri;

  4. Demokrasi Ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif  menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat;

  5. Keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil, antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebagaimana terjadi pemerintah Orde Baru yang sangat kuat dan stabil, memilih strategi pembangunan berpola “konglomeratisme” yang menomorsatukan pertumbuhan ekonomi tinggi dan hampir-hampir mengabaikan pemerataan. Ini merupakan strategi yang berakibat pada “bom waktu” yang meledak pada tahun 1997 saat awal reformasi politik, ekonomi, sosial, dan moral.
Globalisasi atau Gombalisasi
Dalam 3 buku yang menarik The Globalization of Poverty (Chossudovsky, 1997), Globalization Unmasked (Petras & Veltmeyer, 2001), dan Globalization and Its Discontents (Stiglitz, 2002) dibahas secara amat kritis fenomena globalisasi yang jelas-jelas lebih merugikan negara-negara berkembang yang justru menjadi semakin miskin (gombalisasi). Sebabnya adalah bahwa globalisasi tidak lain merupakan pemecahan kejenuhan pasar negara-negara maju dan mencari tempat-tempat penjualan atau “pembuangan” barang-barang yang sudah mengalami kesulitan di pasar dalam negeri negara-negara industri maju. Globalization is … the outcome of consciously pursued strategy, the political project of a transnational capitalist class, and formed on the basis of an institutional structure set up to serve and advance the interest of this class (Petras & Veltmeyer. 2001: 11)
Indonesia yang menjadi tuan rumah KTT APEC di Bogor 1994, mengejutkan dunia dengan keberaniannya menerima jadwal AFTA 2003 dan APEC 2010 dengan menyatakan “siap tidak siap, suka tidak suka, kita harus ikut globalisasi karena sudah berada di dalamnya”. Keberanian menerima jadwal AFTA dan APEC ini, kini setelah terjadi krismon 1997, menjadi bahan perbincangan luas karena dianggap tidak didasarkan pada gambaran yang realistis atas “kesiapan” perekonomian Indonesia. Maka cukup mengherankan bila banyak pakar Indonesia menekankan pada keharusan Indonesia melaksanakan AFTA tahun 2003, karena kita sudah committed. Pemerintah Orde Baru harus dianggap telah terlalu gegabah menerima kesepakatan AFTA karena mengandalkan pada perusahaan-perusahaan konglomerat yang setelah terserang krismon 1997 terbukti keropos.
Peran Negara dalam Program Ekonomi dan Sosial
Meskipun ada kekecewaan besar terhadap amandemen UUD 1945 dalam ST MPR 2002 yang semula akan menghapuskan asas kekeluargaan pada pasal 33, yang batal, namun putusan untuk menghapus seluruh penjelasan UUD sungguh merupakan kekeliruan sangat serius. kekecewaan ini terobati dengan tambahan 2 ayat baru pada pasal 34 tentang pengembangan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan pemberdayaan masyarakat lemah dan tidak mampu (ayat 2), dan tanggungjawab negara dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak  (ayat  3). Di samping itu pasal 31, yang semula hanya terdiri atas 2 ayat, tentang pengajaran sangat diperkaya dan diperkuat dengan penggantian istilah pengajaran dengan pendidikan. Selama itu pemerintah juga diamanatkan untuk menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang mampu meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk semua itu negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya duapuluh persen dari nilai APBN dan APBD.
Demikian jika ketentuan-ketentuan baru dalam penyelenggaraan program-program sosial ini dipatuhi dan dilaksanakan dengan baik, sebenarnya otomatis telah terjadi koreksi total atas sistem perekonomian nasional dan sistem penyelenggaraan kesejahteraan sosial kita yang tidak lagi  liberal dan diserahkan sepenuhnya pada kekuatan-kekuatan pasar  bebas. Penyelenggaraan program-program sosial yang agresif  dan serius yang semuanya dibiayai negara dari pajak-pajak dalam APBN dan APBD akan merupakan jaminan dan wujud nyata sistem ekonomi Pancasila.
Ekonomi Rakyat, Ekonomi Kerakyatan, dan Ekonomi Pancasila
Sejak reformasi, terutama sejak SI-MPR 1998, menjadi populer istilah Ekonomi Kerakyatan sebagai sistem ekonomi yang harus diterapkan di Indonesia, yaitu sistem ekonomi yang demokratis yang melibatkan seluruh kekuatan ekonomi rakyat. Sebabnya adalah karena kata ekonomi rakyat dianggap berkonotasi komunis seperti di RRC (Republik Rakyat Cina), sedangkan ekonomi Pancasila dianggap telah dilaksanakan selama Orde Baru yang terbukti gagal. Pada bulan Agustus 2002 bertepatan dengan peringatan 100 tahun Bung Hatta, UGM  mengumumkan berdirinya Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) yang akan secara serius mengadakan kajian-kajian tentang Ekonomi Pancasila dan penerapannya di Indonesia baik di tingkat nasional maupun di daerah-daerah. Sistem Ekonomi Pancasila yang bermoral, manusiawi, nasionalistik, demokratis, dan berkeadilan, jika diterapkan secara tepat pada setiap kebijakan dan program akan dapat membantu terwujudnya keselarasan dan keharmonisan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Sistem Ekonomi Pancasila berisi aturan main kehidupan ekonomi yang mengacu pada ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Dalam Sistem Ekonomi Pancasila, pemerintah dan masyarakat memihak pada (kepentingan) ekonomi rakyat sehingga terwujud kemerataan sosial dalam kemakmuran dan kesejahteraan. Inilah sistem ekonomi kerakyatan yang demokratis yang melibatkan semua orang dalam proses produksi dan hasilnya juga dinikmati oleh semua warga masyarakat.
2. Ekonomi liberal
Ekonomi liberal adalah teori ekonomi yang diuraikan oleh tokoh-tokoh penemu ekonomi klasik seperti Adam Smith atau French Physiocrats. Sistem ekonomi klasik tersebut mempunyai kaitannya dengan “kebebasan (proses) alami” yang dipahami oleh sementara tokoh-tokoh ekonomi sebagai ekonomi liberal klasik. Meskipun demikian, Smith tidak pernah menggunakan penamaan paham tersebut sedangkan konsep kebijakan dari ekonomi (globalisasi) liberal ialah sistem ekonomi bergerak kearah menuju pasar bebas dan sistem ekonomi berpaham perdagangan bebas dalam era globalisasi yang bertujuan menghilangkan kebijakan ekonomi proteksionisme.
Sistem ekonomi liberal klasik
Sistem ekonomi liberal klasik adalah suatu filosofi ekonomi dan politis. Mula-mula ditemukan pada suatu tradisi penerangan atau keringanan yang bersifat membatasi batas-batas dari kekuasaan dan tenaga politis, yang menggambarkan pendukungan kebebasan individu.Teori itu juga bersifat membebaskan individu untuk bertindak sesuka hati sesuai kepentingan dirinya sendiri dan membiarkan semua individu untuk melakukan pekerjaan tanpa pembatasan yang nantinya dituntut untuk menghasilkan suatu hasil yang terbaik, yang cateris paribus, atau dengan kata lain, menyajikan suatu benda dengan batas minimum dapat diminati dan disukai oleh masyarakat (konsumen). Garis berpaham ekonomi liberal telah pernah dipraktikan oleh sekolah-sekolah di Austria dengan berupa demokrasi di masyarakat yang terbuka. Paham liberali kebanyakan digunakan oleh negara-negara di benua Eropa dan Amerika. Seperti halnya di Amerika Serikat, paham liberal dikenali dengan sebutan mild leftism estabilished.
Tentang ekonomi liberal

Ciri ekonomi liberal

  • Semua sumber produksi adalah milik masyarakat individu.

  • Masyarakat diberi kebebasan dalam memiliki sumber-sumber produksi.

  • Pemerintah tidak ikut campur tangan secara langsung dalam kegiatan ekonomi.

  • Masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik sumber daya produksi dan masyarakat pekerja (buruh).

  • Timbul persaingan dalam masyarakat, terutama dalam mencari keuntungan.

  • Kegiatan selalu mempertimbangkan keadaan pasar.

  • Pasar merupakan dasar setiap tindakan ekonomi.

  • Biasanya barang-barang produksi yang dihasilkan bermutu tinggi.

Keuntungan dan kelemahan dari ekonomi liberal

Keuntungan

Ada beberapa keuntungan dari suatu sistem ekonomi liberal, yaitu:
  • Menumbuhkan inisiatif dan kreasi masyarakat dalam mengatur kegiatan ekonomi, karena masyarakat tidak perlu lagi menunggu perintah/komando dari pemerintah.

  • Setiap individu bebas memiliki untuk sumber-sumber daya produksi, yang nantinya akan mendorong partisipasi masyarakat dalam perekonomian.

  • Timbul persaingan semangat untuk maju dari masyarakat.

  • Menghasilkan barang-barang bermutu tinggi, karena adanya persaingan semangat antar masyarakat.

  • Efisiensi dan efektivitas tinggi, karena setiap tindakan ekonomi didasarkan motif mencari keuntungan.

Kelemahan

Selain ada keuntungan, ada juga beberapa kelemahan daripada sistem ekonomi liberal, adalah:
  • Terjadinya persaingan bebas yang tidak sehat bilamana birokratnya korup.

  • Masyarakat yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.

  • Banyak terjadinya monopoli masyarakat.

  • Banyak terjadinya gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasi sumber daya oleh individu.

  • Pemerataan pendapatan sulit dilakuka karena persaingan bebas tersebut.

Penerapan ekonomi liberal

Amerika

Negara-negara yang menganut paham liberal di benua Amerika adalah Amerika Serikat, Argentina, Bolivia, Brazil, Cili, Cuba, Kolombia, Ekuador, Honduras, Kanada, Meksiko, Nikaragua, Panama, Paraguay, Peru, Uruguay dan Venezuela. Sekarang ini, kurang lebih liberalisme juga danut oleh negara Aruba, Bahamas, Republik Dominika, Greenland, Grenada, Kosta Rika, Puerto Rico dan Suriname.
Amerika Serikat
Paham liberal di Amerika Serikat (AS) disebut liberalisme modern atau liberalisme baru. Sekarang para politis di AS mengakui, bahwa paham liberalisme klasik ada kaitannya dengan kebebasan individu yang bersifat luas. Tetapi mereka menolak ekonomi yang bersifat laissez faire atau liberalisme klasik yang menuju ke pemerintahan interventionism yang berupa penyatuan persamaan sosial dan ekonomi. Umumnya, hal tersebut disepakati pada dekade pertama abad ke-20 yang tujuannya menuju keberhasilan suatu hegemoni para politis dalam negeri.Tapi, kesuksesan tersebut mulai merosot dan menghilang pada sekitar tahun1970-an. Pada saat itu konsensus liberal telah dihadapkan suatu death-blow atau yang berupa robohnya pemerintahan Bretton Woods System yang dikarenakan kemenangan Ronald Reagan dalam pemilihan presiden tahun 1980, yang menjadikan liberalisme suatu arus kuat dalam politik AS pada tahun tersebut.
Liberalisme AS mulai bangkit pada awal abad ke-20 sebagai suatu alternatif ke politik nyata yang merupakan interaksi internasional yang dominan pada waktu itu. Presiden Franklin Roosevelt yang pada saat itu adalah seorang yang berpaham liberal self-proclaimed, menawarkan bangsa itu menuju ke suatu kesuksesan baru dengan cara membangun institusi kolaboratif yang berpendukungan orang-orang Amerika sendiri dan berjanji akan menarik AS keluar dari tekanan yang besar tersebut. Untuk mengantisipasi akhir Perang Dunia II, Roosevelt merancang Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sebagai suatu alat berupa harapan akan kerja sama timbal balik daripada membuat ancaman dan penggunaan kekuatan perang untuk memecahkan permasalahan politis internasional tersebut. Roosevelt juga menggunakan badan tersebut (PBB) untuk memasukan orang-orang Afrika yang tinggal di Amerika ke dalam militer AS serta membuat badan pendukungan hak dan kebenaran para wanita-wanita, sebagai penekanan atas kebebasan individu yang selanjutnya dilanjutkan oleh Presiden John F Kennedy dengan pembangunan Patung Liberty (1964) sebagai simbol kebebasan individu untuk hidup.
Patung Liberty di New York, sebagai simbol kebebasan individu
Sebenarnya, liberalisme yang dianut oleh AS, sebagaimana yang ditekankan oleh Wilson dan Roosevelt adalah dengan menekankan kerja sama serta kolaborasi timbal balik dan usaha individu, bukan dengan membuat ancaman dan pemaksaan sebagai untuk pemecahan permasalahan politis baik di dalam maupun luar, sepertinya dianut oleh Presiden AS saat ini, George W Bush. Suatu paham liberal di AS itu mungkin seperti institusi dan prosedur politis yang mendorong kebebasan ekonomi, perlindungan yang lemah dari agresi oleh yang kuat, dan kebebasan dari norma-norma sosial bersifat membatasi. Karena sejak Perang Dunia II, liberalisme di AS telah dihubungkan dengan liberalisme modern, pengganti paham ideologi liberalisme klasik.

Eropa

Sebagai aksi dan reaksi penentangan komunisme, Eropa membuat suatu paham yang berterminologi politis (termasuk “sosialisme” dan ” demokrasi sosial”). Tapi, mereka tidak bisa memilih AS dengan pahamnya tersebut, dikarenakan pada saat itu Eropa belum begitu mengenal liberalisme yang dianut oleh AS. Tapi beberapa tahun kemudian barulah Eropa menyadari bahwa liberalisme yang dianut oleh AS. Hal itu mendorong Eropa ke suatu kebebasan individu tersendiri yang akhirnya memperbaiki keadaan ekonomi mereka tersendiri. Liberalisme di Eropa mempunyai suatu tradisi yang kuat. Di negara-negara Eropa, kaum liberal cenderung menyebut diri mereka sendiri sebagai kaum liberal, atau sebagai radical centrists yang democratic.

Asia

Negara-negara yang menganut paham liberal di Asia antara lain adalah India, Iran, Israel, Jepang, Korea Selatan, Filipina, Taiwan, Thailand dan Turki. Saat ini banyak negara-negara di Asia yang mulai berpaham liberal, antara lain adalah Myanmar, Kamboja, Hong Kong, Malaysia dan Singapura.

Kepulanan Oceania

Negara yang menganut paham liberal di kepulauan Oceania adalah Australia dan Selandia Baru.

Afrika

Sistem ekonomi liberal terbilang masih baru di Afrika. Pada dasarnya, liberalisme hanya dianut oleh mereka yang tinggal di Mesir, Senegal dan Afrika Selatan. Sekarang ini, kurang lebih liberalisme sudah dipahami oleh negara Aljazair, Angola, Benin, Burkina Faso, Mantol Verde, Côte D’Ivoire, Equatorial Guinea, Gambia, Ghana, Kenya, Malawi, Maroko, Mozambik, Seychelles, Tanzania, Tunisia, Zambia dan Zimbabwe.

Tokoh penemu paham liberal

Niccolò Machiavelli

Niccolò Machiavelli (Florence, 1469-1527), adalah seorang tokoh liberal terbaik yang dikenal dengan pendapatnya, Il Principe. Dia adalah pendiri realis filosofi politis yang mendukung pemerintahan republik, angkatan perang negara, divisi kekuasaan, perlindungan milik perorangan, dan pengekangan pembelanjaan pemerintah sebagai kebebasan suatu republik. Ia menulis secara ekstensif pada kebutuhan individu sebagai suatu karakteristik yang penting sebagai kepemerintahan yang stabil. Ia berargumentasi bahwa sebaik-baiknya kebebasan individu masih perlu dilindungi oleh legitasi serta regulasi yang baik dari pemerintah. Dan bahwa orang-orang yang bisa memimpin hukum dengan benar hanyalah orang-orang yang segala ambisi dan keegoisannya bisa dihilangkan dalam memelihara kebebasannya tersendiri. Dia berpendapat bahwa realisme adalah pusat gagasan dalam pelajaran politis dan mengutamakan kebebasan republik (individu) dibawah prinsip.
Anti statis kaum liberal melihat pesan-pesan utama yang dikatakan Machiavelli’s bahwa ia berbicara atas nama suatu status yang kuat dibawah seorang pemimpin kuat, yang menggunakan maksud apapun untuk menetapkan posisinya, sedangkan liberalisme adalah suatu ideologi dari kebebasan individu dan aneka pilihan sukarela atau fakultatif. Beberapa hasil karyanya adalah Il Principe - 1513 dan Discorsi Sopra la Prima Deca di Tito Livio, 1512-1517.

Desiderius Erasmus

Desiderius Erasmus (Belanda, 1466-1536) adalah seorang tokoh liberal yang dikenal sebagai orang yang berperikemanusiaan. Dia berkata bahwa masyarakat Erasmusian melintasi Eropa sampai pada taraf tertentu sebagai jawaban atas pergolakan reformasinya. Ia berhadapan dengan kebebasan berkehendak. Dalam karyanya De Libero Arbitrio Diatribe Sive Collatio (1524), ia meneliti dengan kepintaran dan kejeniusannya untuk menghapus keterbatasan hidup sebagai pernyataan atas kebebasan manusia. Beberapa hasil karyanya Lof d Zotheid, 1509 dan De Libero Arbitrio Diatribe Sive Collatio, 1524.
Kesimpulan
Ekonomi Indonesia yang “sosialistik” sampai 1966 berubah menjadi “kapitalistik” bersamaan dengan berakhirnya Orde Lama (1959-1966). Selama Orde Baru (1966-1998) sistem ekonomi dinyatakan didasarkan pada Pancasila dan kekeluargaan yang mengacu pasal 33 UUD 1945, tetapi dalam praktek meninggalkan ajaran moral, tidak demokratis, dan tidak adil. Ketidakadilan ekonomi dan sosial sebagai akibat dari penyimpangan/penyelewengan Pancasila dan asas kekeluargaan telah mengakibatkan ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang tajam yang selanjutnya menjadi salah satu sumber utama krisis moneter tahun 1997.
Aturan main sistem ekonomi Pancasila yang lebih ditekankan pada sila ke-4 Kerakyatan (yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan) menjadi slogan baru yang diperjuangkan sejak reformasi. Melalui gerakan reformasi banyak kalangan berharap hukum dan moral  dapat dijadikan landasan pikir dan landasan kerja. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang memihak pada dan melindungi kepentingan ekonomi rakyat melalui upaya-upaya dan program-program pemberdayaan ekonomi rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sub-sistem  dari sistem ekonomi Pancasila,  yang  diharapkan mampu meredam ekses  kehidupan  ekonomi  yang liberal.
DAFTAR PUSTAKA
Chossudovsky, Michel, 1997.  The Globalization of Poverty: Impacts of IMF and World Bank Reforms. Penang Malaysia, Third World Network.
MacEwan, Arthur. 1999.  Neo-Liberalism or Democracy?: Economic Strategy,  Marketss, and Alternatives for the 21st Century, Pluto Press.
Mubyarto & Daniel W. Bromley. 2002. A Development Alternative for Indonesia.  Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
Mubyarto,  2002. Ekonomi Pancasila. Yogyakarta, BPFE-UGM.
Keen, Steve, 2001. Debunking Economics : the naked emperor of the social science. Annandale NSW, Pluto Press Australia Limited.
Petras, James & Henry Veltmeyer, 2001. Globalization Unmasked: imperialisem in 21st century. New York USA, Zed Books Ltd.
Radius Prawiro, 1998. Pergulatan  Indonesia  Membangun  Ekonomi:  Pragmatisme dalam Aksi. Jakarta, Elex.
Stiglitz, Joseph E., 2002. Globalization and Its Discontents. New York, W.W. Norton & Company, Inc.
 

Blogger news

Blogroll

About