A. Pengertian
1. Ekomomi pancasila
Sistem
Ekonomi Pancasila adalah “aturan main” kehidupan ekonomi atau
hubungan-hubungan ekonomi antar pelaku-pelaku ekonomi yang didasarkan
pada etika atau moral Pancasila dengan tujuan akhir mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Etika Pancasila adalah landasan
moral dan kemanusiaan yang dijiwai semangat nasionalisme (kebangsaan)
dan kerakyatan, yang kesemuanya bermuara pada keadilan sosial bagi
seluruh rakyat. Intisari Pancasila (Eka Sila) menurut Bung Karno adalah
gotongroyong atau kekeluargaan, sedangkan dari segi politik Trisila
yang diperas dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa
(monotheisme) sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Praktek-praktek
liberalisasi perdagangan dan investasi di Indonesia sejak medio
delapanpuluhan bersamaan dengan serangan globalisasi dari negara-negara
industri terhadap negara-negara berkembang, sebenarnya dapat ditangkal
dengan penerapan sistem ekonomi Pancasila. Namun sejauh ini gagal karena
politik ekonomi diarahkan pada akselerasi pembangunan yang lebih
mementingkan pertumbuhan ekonomi tinggi ketimbang pemerataan
hasil-hasilnya.
Trilogi Pembangunan
Trilogi Pembangunan
Sebenarnya
sejak terjadinya peristiwa “Malari” (Malapetaka Januari) 15 Januari
1974, slogan Trilogi Pembangunan sudah berhasil dijadikan “teori” yang
mengoreksi teori ekonomi pembangunan yang hanya mementingkan pertumbuhan
. Trilogi pembangunan terdiri atas Stabilitas Nasional yang dinamis,
Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, dan Pemerataan Pembangunan dan
hasil-hasilnya. Namun sayangnya slogan yang baik ini justru terkalahkan
karena sejak 1973/74 selama 7 tahun Indonesia di”manja” bonansa minyak
yang membuat bangsa Indonesia “lupa daratan”.
Bumi
yang membuat Indonesia kaya mendadak telah menarik minat para investor
asing untuk ikut “menjarah” kekayaan alam Indonesia. Serbuan para
investor asing ini ketika melambat karena jatuhnya harga minyak dunia ,
selanjutnya dirangsang ekstra melalui kebijakan deregulasi
(liberalisasi) pada tahun-tahun 1983-88. Kebijakan penarikan investor
yang menjadi sangat liberal ini tidak disadari bahkan oleh para
teknokrat sendiri sehingga seorang tokoknya mengaku kecolongan dengan
menyatakan: Dalam keadaan yang tidak menentu ini pemerintah mengambil
tindakan yang berani menghapus semua pembatasan untuk arus modal yang
masuk dan keluar. Undang-undang Indonesia yang mengatur arus modal,
dengan demikian menjadi yang paling liberal di dunia, bahkan melebihi
yang berlaku di negara-negara yang paling liberal. (Radius Prawiro.
1998:409)
Himbauan Ekonomi Pancasila
Pada
tahun 1980 Seminar Ekonomi Pancasila dalam rangka seperempat abad
FE-UGM “menghimbau” pemerintah Indonesia untuk berhati-hati dalam
memilih dan melaksanakan strategi pembangunan ekonomi. Ada peringatan
“teoritis” bahwa ilmu ekonomi Neoklasik dari Barat memang cocok untuk
menumbuhkembangkan perekonomian nasional, tetapi tidak cocok atau tidak
memadai untuk mencapai pemerataan dan mewujudkan keadilan sosial.
Karena amanah Pancasila adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia maka ekonom-ekonom UGM melontarkan konsep Ekonomi
Pancasila yang seharusnya dijadikan pedoman mendasar dari setiap
kebijakan pembangunan ekonomi. Jika Emil Salim pada tahun 1966
menyatakan bahwa dari Pancasila yang relevan dan perlu diacu adalah
(hanya) sila terakhir, keadilan sosial, maka ekonom-ekonom UGM
menyempurnakannya dengan mengacu pada kelima-limanya sebagai berikut:
- Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral;
- Ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial yaitu tidak membiarkan terjadinya dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial;
- Semangat nasionalisme ekonomi; dalam era globalisasi mekin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri;
- Demokrasi Ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat;
- Keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil, antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebagaimana
terjadi pemerintah Orde Baru yang sangat kuat dan stabil, memilih
strategi pembangunan berpola “konglomeratisme” yang menomorsatukan
pertumbuhan ekonomi tinggi dan hampir-hampir mengabaikan pemerataan. Ini
merupakan strategi yang berakibat pada “bom waktu” yang meledak pada
tahun 1997 saat awal reformasi politik, ekonomi, sosial, dan moral.
Globalisasi atau Gombalisasi
Dalam 3 buku yang menarik The Globalization of Poverty (Chossudovsky, 1997), Globalization Unmasked (Petras & Veltmeyer, 2001), dan Globalization and Its Discontents
(Stiglitz, 2002) dibahas secara amat kritis fenomena globalisasi yang
jelas-jelas lebih merugikan negara-negara berkembang yang justru menjadi
semakin miskin (gombalisasi). Sebabnya adalah bahwa globalisasi tidak
lain merupakan pemecahan kejenuhan pasar negara-negara maju dan mencari
tempat-tempat penjualan atau “pembuangan” barang-barang yang sudah
mengalami kesulitan di pasar dalam negeri negara-negara industri maju. Globalization
is … the outcome of consciously pursued strategy, the political project
of a transnational capitalist class, and formed on the basis of an
institutional structure set up to serve and advance the interest of this
class (Petras & Veltmeyer. 2001: 11)
Indonesia
yang menjadi tuan rumah KTT APEC di Bogor 1994, mengejutkan dunia
dengan keberaniannya menerima jadwal AFTA 2003 dan APEC 2010 dengan
menyatakan “siap tidak siap, suka tidak suka, kita harus ikut
globalisasi karena sudah berada di dalamnya”. Keberanian menerima jadwal
AFTA dan APEC ini, kini setelah terjadi krismon 1997, menjadi bahan
perbincangan luas karena dianggap tidak didasarkan pada gambaran yang
realistis atas “kesiapan” perekonomian Indonesia. Maka cukup
mengherankan bila banyak pakar Indonesia menekankan pada keharusan
Indonesia melaksanakan AFTA tahun 2003, karena kita sudah committed.
Pemerintah Orde Baru harus dianggap telah terlalu gegabah menerima
kesepakatan AFTA karena mengandalkan pada perusahaan-perusahaan
konglomerat yang setelah terserang krismon 1997 terbukti keropos.
Peran Negara dalam Program Ekonomi dan Sosial
Meskipun
ada kekecewaan besar terhadap amandemen UUD 1945 dalam ST MPR 2002 yang
semula akan menghapuskan asas kekeluargaan pada pasal 33, yang batal,
namun putusan untuk menghapus seluruh penjelasan UUD sungguh merupakan
kekeliruan sangat serius. kekecewaan ini terobati dengan tambahan 2 ayat
baru pada pasal 34 tentang pengembangan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan pemberdayaan masyarakat lemah dan tidak mampu (ayat
2), dan tanggungjawab negara dalam penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak (ayat 3). Di samping
itu pasal 31, yang semula hanya terdiri atas 2 ayat, tentang pengajaran sangat diperkaya dan diperkuat dengan penggantian istilah pengajaran dengan pendidikan.
Selama itu pemerintah juga diamanatkan untuk menyelenggarakan sistem
pendidikan nasional yang mampu meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk
semua itu negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
duapuluh persen dari nilai APBN dan APBD.
Demikian
jika ketentuan-ketentuan baru dalam penyelenggaraan program-program
sosial ini dipatuhi dan dilaksanakan dengan baik, sebenarnya otomatis
telah terjadi koreksi total atas sistem perekonomian nasional dan sistem
penyelenggaraan kesejahteraan sosial kita yang tidak lagi liberal dan
diserahkan sepenuhnya pada kekuatan-kekuatan pasar bebas.
Penyelenggaraan program-program sosial yang agresif dan serius yang
semuanya dibiayai negara dari pajak-pajak dalam APBN dan APBD akan
merupakan jaminan dan wujud nyata sistem ekonomi Pancasila.
Ekonomi Rakyat, Ekonomi Kerakyatan, dan Ekonomi Pancasila
Sejak reformasi, terutama sejak SI-MPR 1998, menjadi populer istilah Ekonomi Kerakyatan
sebagai sistem ekonomi yang harus diterapkan di Indonesia, yaitu sistem
ekonomi yang demokratis yang melibatkan seluruh kekuatan ekonomi
rakyat. Sebabnya adalah karena kata ekonomi rakyat dianggap berkonotasi
komunis seperti di RRC (Republik Rakyat Cina), sedangkan ekonomi
Pancasila dianggap telah dilaksanakan selama Orde Baru yang terbukti
gagal. Pada bulan Agustus 2002 bertepatan dengan peringatan 100 tahun
Bung Hatta, UGM mengumumkan berdirinya Pusat Studi Ekonomi Pancasila
(PUSTEP) yang akan secara serius mengadakan kajian-kajian tentang
Ekonomi Pancasila dan penerapannya di Indonesia baik di tingkat nasional
maupun di daerah-daerah. Sistem Ekonomi Pancasila yang bermoral,
manusiawi, nasionalistik, demokratis, dan berkeadilan, jika diterapkan
secara tepat pada setiap kebijakan dan program akan dapat membantu
terwujudnya keselarasan dan keharmonisan kehidupan ekonomi dan sosial
masyarakat. Sistem Ekonomi Pancasila berisi aturan main kehidupan
ekonomi yang mengacu pada ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.
Dalam Sistem Ekonomi Pancasila, pemerintah dan masyarakat memihak pada
(kepentingan) ekonomi rakyat sehingga terwujud kemerataan sosial dalam kemakmuran dan kesejahteraan. Inilah sistem ekonomi kerakyatan yang demokratis yang melibatkan semua orang dalam proses produksi dan hasilnya juga dinikmati oleh semua warga masyarakat.
2. Ekonomi liberal
Ekonomi liberal adalah teori ekonomi yang diuraikan oleh tokoh-tokoh penemu ekonomi klasik seperti Adam Smith atau French Physiocrats.
Sistem ekonomi klasik tersebut mempunyai kaitannya dengan “kebebasan
(proses) alami” yang dipahami oleh sementara tokoh-tokoh ekonomi sebagai
ekonomi liberal klasik. Meskipun demikian, Smith tidak pernah
menggunakan penamaan paham tersebut sedangkan konsep kebijakan dari
ekonomi (globalisasi) liberal ialah sistem ekonomi bergerak kearah
menuju pasar bebas dan sistem ekonomi berpaham perdagangan bebas dalam
era globalisasi yang bertujuan menghilangkan kebijakan ekonomi
proteksionisme.
Sistem ekonomi liberal klasik
Sistem ekonomi liberal klasik adalah suatu filosofi ekonomi
dan politis. Mula-mula ditemukan pada suatu tradisi penerangan atau
keringanan yang bersifat membatasi batas-batas dari kekuasaan dan tenaga
politis, yang menggambarkan pendukungan kebebasan individu.Teori itu
juga bersifat membebaskan individu untuk bertindak sesuka hati sesuai
kepentingan dirinya sendiri dan membiarkan semua individu untuk
melakukan pekerjaan tanpa pembatasan yang nantinya dituntut untuk
menghasilkan suatu hasil yang terbaik, yang cateris paribus,
atau dengan kata lain, menyajikan suatu benda dengan batas minimum dapat
diminati dan disukai oleh masyarakat (konsumen). Garis berpaham ekonomi
liberal telah pernah dipraktikan oleh sekolah-sekolah di Austria dengan berupa demokrasi di masyarakat yang terbuka. Paham liberali kebanyakan digunakan oleh negara-negara di benua Eropa dan Amerika. Seperti halnya di Amerika Serikat, paham liberal dikenali dengan sebutan mild leftism estabilished.
Tentang ekonomi liberal
Ciri ekonomi liberal
- Semua sumber produksi adalah milik masyarakat individu.
- Masyarakat diberi kebebasan dalam memiliki sumber-sumber produksi.
- Pemerintah tidak ikut campur tangan secara langsung dalam kegiatan ekonomi.
- Masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik sumber daya produksi dan masyarakat pekerja (buruh).
- Timbul persaingan dalam masyarakat, terutama dalam mencari keuntungan.
- Kegiatan selalu mempertimbangkan keadaan pasar.
- Pasar merupakan dasar setiap tindakan ekonomi.
- Biasanya barang-barang produksi yang dihasilkan bermutu tinggi.
Keuntungan dan kelemahan dari ekonomi liberal
Keuntungan
Ada beberapa keuntungan dari suatu sistem ekonomi liberal, yaitu:
- Menumbuhkan inisiatif dan kreasi masyarakat dalam mengatur kegiatan ekonomi, karena masyarakat tidak perlu lagi menunggu perintah/komando dari pemerintah.
- Setiap individu bebas memiliki untuk sumber-sumber daya produksi, yang nantinya akan mendorong partisipasi masyarakat dalam perekonomian.
- Timbul persaingan semangat untuk maju dari masyarakat.
- Menghasilkan barang-barang bermutu tinggi, karena adanya persaingan semangat antar masyarakat.
- Efisiensi dan efektivitas tinggi, karena setiap tindakan ekonomi didasarkan motif mencari keuntungan.
Kelemahan
Selain ada keuntungan, ada juga beberapa kelemahan daripada sistem ekonomi liberal, adalah:
- Terjadinya persaingan bebas yang tidak sehat bilamana birokratnya korup.
- Masyarakat yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.
- Banyak terjadinya monopoli masyarakat.
- Banyak terjadinya gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasi sumber daya oleh individu.
- Pemerataan pendapatan sulit dilakuka karena persaingan bebas tersebut.
Penerapan ekonomi liberal
Amerika
Negara-negara yang menganut paham liberal di benua Amerika adalah Amerika Serikat, Argentina, Bolivia, Brazil, Cili, Cuba, Kolombia, Ekuador, Honduras, Kanada, Meksiko, Nikaragua, Panama, Paraguay, Peru, Uruguay dan Venezuela. Sekarang ini, kurang lebih liberalisme juga danut oleh negara Aruba, Bahamas, Republik Dominika, Greenland, Grenada, Kosta Rika, Puerto Rico dan Suriname.
Amerika Serikat
Paham
liberal di Amerika Serikat (AS) disebut liberalisme modern atau
liberalisme baru. Sekarang para politis di AS mengakui, bahwa paham
liberalisme klasik ada kaitannya dengan kebebasan individu yang bersifat
luas. Tetapi mereka menolak ekonomi yang bersifat laissez faire atau liberalisme klasik yang menuju ke pemerintahan interventionism yang berupa penyatuan persamaan sosial dan ekonomi.
Umumnya, hal tersebut disepakati pada dekade pertama abad ke-20 yang
tujuannya menuju keberhasilan suatu hegemoni para politis dalam
negeri.Tapi, kesuksesan tersebut mulai merosot dan menghilang pada
sekitar tahun1970-an. Pada saat itu konsensus liberal telah dihadapkan
suatu death-blow atau yang berupa robohnya pemerintahan Bretton Woods System yang dikarenakan kemenangan Ronald Reagan dalam pemilihan presiden tahun 1980, yang menjadikan liberalisme suatu arus kuat dalam politik AS pada tahun tersebut.
Liberalisme AS mulai bangkit pada awal abad ke-20 sebagai suatu alternatif ke politik nyata yang merupakan interaksi internasional yang dominan pada waktu itu. Presiden Franklin Roosevelt yang pada saat itu adalah seorang yang berpaham liberal self-proclaimed,
menawarkan bangsa itu menuju ke suatu kesuksesan baru dengan cara
membangun institusi kolaboratif yang berpendukungan orang-orang Amerika
sendiri dan berjanji akan menarik AS keluar dari tekanan yang besar
tersebut. Untuk mengantisipasi akhir Perang Dunia II, Roosevelt merancang Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sebagai suatu alat berupa harapan akan kerja sama timbal balik daripada membuat ancaman dan penggunaan kekuatan perang
untuk memecahkan permasalahan politis internasional tersebut. Roosevelt
juga menggunakan badan tersebut (PBB) untuk memasukan orang-orang Afrika yang tinggal di Amerika ke dalam militer
AS serta membuat badan pendukungan hak dan kebenaran para
wanita-wanita, sebagai penekanan atas kebebasan individu yang
selanjutnya dilanjutkan oleh Presiden John F Kennedy dengan pembangunan Patung Liberty (1964) sebagai simbol kebebasan individu untuk hidup.
Patung Liberty di New York, sebagai simbol kebebasan individu
Sebenarnya,
liberalisme yang dianut oleh AS, sebagaimana yang ditekankan oleh
Wilson dan Roosevelt adalah dengan menekankan kerja sama serta
kolaborasi timbal balik dan usaha individu, bukan dengan membuat ancaman
dan pemaksaan sebagai untuk pemecahan permasalahan politis baik di
dalam maupun luar, sepertinya dianut oleh Presiden AS saat ini, George W Bush.
Suatu paham liberal di AS itu mungkin seperti institusi dan prosedur
politis yang mendorong kebebasan ekonomi, perlindungan yang lemah dari
agresi oleh yang kuat, dan kebebasan dari norma-norma sosial bersifat
membatasi. Karena sejak Perang Dunia II, liberalisme di AS telah
dihubungkan dengan liberalisme modern, pengganti paham ideologi
liberalisme klasik.
Eropa
Sebagai aksi dan reaksi penentangan komunisme, Eropa
membuat suatu paham yang berterminologi politis (termasuk “sosialisme”
dan ” demokrasi sosial”). Tapi, mereka tidak bisa memilih AS dengan
pahamnya tersebut, dikarenakan pada saat itu Eropa belum begitu mengenal
liberalisme yang dianut oleh AS. Tapi beberapa tahun kemudian barulah
Eropa menyadari bahwa liberalisme yang dianut oleh AS. Hal itu mendorong
Eropa ke suatu kebebasan individu tersendiri yang akhirnya memperbaiki
keadaan ekonomi mereka tersendiri. Liberalisme di Eropa mempunyai suatu
tradisi yang kuat. Di negara-negara Eropa, kaum liberal cenderung
menyebut diri mereka sendiri sebagai kaum liberal, atau sebagai radical centrists yang democratic.
Negara-negara penganut paham liberal yakni diantaranya adalah Albania, Armenia, Austria, Belgia, Bulgaria, Kroasia, Cyprus, Republik Cekoslovakia, Denmark, Estonia, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Islandia, Italia, Latvia, Lithuania, Luxembourg, Macedonia, Moldova, Netherlands, Norwegia, Polandia, Portugal, Romania, Rusia, Serbia Montenegro, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Switzerland, Ukraina dan United Kingdom. Negara penganut paham liberal lainnya adalah Andorra, Belarusia, Bosnia-Herzegovina, Kepulauan Faroe, Georgia, Irlandia dan San Marino.
Asia
Negara-negara yang menganut paham liberal di Asia antara lain adalah India, Iran, Israel, Jepang, Korea Selatan, Filipina, Taiwan, Thailand dan Turki. Saat ini banyak negara-negara di Asia yang mulai berpaham liberal, antara lain adalah Myanmar, Kamboja, Hong Kong, Malaysia dan Singapura.
Kepulanan Oceania
Negara yang menganut paham liberal di kepulauan Oceania adalah Australia dan Selandia Baru.
Afrika
Sistem ekonomi liberal terbilang masih baru di Afrika. Pada dasarnya, liberalisme hanya dianut oleh mereka yang tinggal di Mesir, Senegal dan Afrika Selatan. Sekarang ini, kurang lebih liberalisme sudah dipahami oleh negara Aljazair, Angola, Benin, Burkina Faso, Mantol Verde, Côte D’Ivoire, Equatorial Guinea, Gambia, Ghana, Kenya, Malawi, Maroko, Mozambik, Seychelles, Tanzania, Tunisia, Zambia dan Zimbabwe.
Tokoh penemu paham liberal
Niccolò Machiavelli
Niccolò Machiavelli (Florence, 1469-1527), adalah seorang tokoh liberal terbaik yang dikenal dengan pendapatnya, Il Principe. Dia adalah pendiri realis filosofi politis yang mendukung pemerintahan republik,
angkatan perang negara, divisi kekuasaan, perlindungan milik
perorangan, dan pengekangan pembelanjaan pemerintah sebagai kebebasan
suatu republik. Ia menulis secara ekstensif pada kebutuhan individu
sebagai suatu karakteristik yang penting sebagai kepemerintahan yang
stabil. Ia berargumentasi bahwa sebaik-baiknya kebebasan individu masih
perlu dilindungi oleh legitasi serta regulasi yang baik dari pemerintah. Dan bahwa orang-orang yang bisa memimpin hukum
dengan benar hanyalah orang-orang yang segala ambisi dan keegoisannya
bisa dihilangkan dalam memelihara kebebasannya tersendiri. Dia
berpendapat bahwa realisme adalah pusat gagasan dalam pelajaran politis
dan mengutamakan kebebasan republik (individu) dibawah prinsip.
Anti
statis kaum liberal melihat pesan-pesan utama yang dikatakan
Machiavelli’s bahwa ia berbicara atas nama suatu status yang kuat
dibawah seorang pemimpin kuat, yang menggunakan maksud apapun untuk
menetapkan posisinya, sedangkan liberalisme adalah suatu ideologi dari
kebebasan individu dan aneka pilihan sukarela atau fakultatif. Beberapa
hasil karyanya adalah Il Principe - 1513 dan Discorsi Sopra la Prima Deca di Tito Livio, 1512-1517.
Desiderius Erasmus
Desiderius Erasmus (Belanda,
1466-1536) adalah seorang tokoh liberal yang dikenal sebagai orang yang
berperikemanusiaan. Dia berkata bahwa masyarakat Erasmusian melintasi Eropa
sampai pada taraf tertentu sebagai jawaban atas pergolakan
reformasinya. Ia berhadapan dengan kebebasan berkehendak. Dalam karyanya
De Libero Arbitrio Diatribe Sive Collatio (1524), ia meneliti
dengan kepintaran dan kejeniusannya untuk menghapus keterbatasan hidup
sebagai pernyataan atas kebebasan manusia. Beberapa hasil karyanya Lof d Zotheid, 1509 dan De Libero Arbitrio Diatribe Sive Collatio, 1524.
Kesimpulan
Ekonomi
Indonesia yang “sosialistik” sampai 1966 berubah menjadi “kapitalistik”
bersamaan dengan berakhirnya Orde Lama (1959-1966). Selama Orde Baru
(1966-1998) sistem ekonomi dinyatakan didasarkan pada Pancasila dan
kekeluargaan yang mengacu pasal 33 UUD 1945, tetapi dalam praktek
meninggalkan ajaran moral, tidak demokratis, dan tidak adil.
Ketidakadilan ekonomi dan sosial sebagai akibat dari
penyimpangan/penyelewengan Pancasila dan asas kekeluargaan telah
mengakibatkan ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang tajam yang
selanjutnya menjadi salah satu sumber utama krisis moneter tahun 1997.
Aturan main sistem ekonomi Pancasila yang lebih ditekankan pada sila ke-4 Kerakyatan
(yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan) menjadi slogan baru yang diperjuangkan sejak reformasi.
Melalui gerakan reformasi banyak kalangan berharap hukum dan moral
dapat dijadikan landasan pikir dan landasan kerja. Sistem ekonomi
kerakyatan adalah sistem ekonomi yang memihak pada dan melindungi
kepentingan ekonomi rakyat melalui upaya-upaya dan program-program
pemberdayaan ekonomi rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan adalah
sub-sistem dari sistem ekonomi Pancasila, yang diharapkan mampu
meredam ekses kehidupan ekonomi yang liberal.
DAFTAR PUSTAKA
Chossudovsky, Michel, 1997. The Globalization of Poverty: Impacts of IMF and World Bank Reforms. Penang Malaysia, Third World Network.
MacEwan, Arthur. 1999. Neo-Liberalism or Democracy?: Economic Strategy, Marketss, and Alternatives for the 21st Century, Pluto Press.
Mubyarto & Daniel W. Bromley. 2002. A Development Alternative for Indonesia. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
Mubyarto, 2002. Ekonomi Pancasila. Yogyakarta, BPFE-UGM.
Keen, Steve, 2001. Debunking Economics : the naked emperor of the social science. Annandale NSW, Pluto Press Australia Limited.
Petras, James & Henry Veltmeyer, 2001. Globalization Unmasked: imperialisem in 21st century. New York USA, Zed Books Ltd.
Radius Prawiro, 1998. Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi: Pragmatisme dalam Aksi. Jakarta, Elex.
Stiglitz, Joseph E., 2002. Globalization and Its Discontents. New York, W.W. Norton & Company, Inc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar